Berkali-kali ia teriak tanpa tahu maksudnya. Mencoba mencabik dan membuang apa saja yang ada di dekatnya. Tak ada satu pun orang yang bisa membuatnya tenang. Tatapannya kosong. Tangannya sudah berdarah karena ia memungut pecahan gelas yang baru saja dibantingnya untuk ia lemparkan lagi ke arah orang-orang yang mengerubunginya.
Sebagian orang yang melihatnya menganggap itu pasti sesuatu yang mengerikan, bahkan mungkin kasihan, atau sesuatu hal yang tidak tega untuk jadi bahan tontonan. Namun, bagi Pepetto, itu masalah yang mesti dituntaskan.
Fermita, nama gadis yang teriak-teriak dan membuat kegaduhan kemarin, saat ini sudah tampak tenang. Ia sudah bisa memasukkan makanan dan minuman ke dalam mulutnya. Tatapannya sudah tampak bercahaya. Ia tak banyak bicara, kemungkinan ia tahu apa yang kemarin baru saja terjadi.
"Hmmm, nama saya Fermita..." sahutnya pelan dan membuat perhatian Pepetto mengarah kepadanya.
Pepetto mendekat. Tampak kelegaan di wajahnya. Inilah yang Pepetto tunggu. Menunggu Fermita berbicara tanpa harus ia paksa.
"Oke, Fermita, aku akan mendengarkan..." kata Pepetto mencoba memberi kelegaan. Bocah ini hanya perlu untuk bicara. Dengan begitu, Pepetto akan lebih mudah untuk menemukan titik masalahnya dan mencari solusinya.
"Aku benci dengan diriku. Aku bukanlah seorang anak yang beruntung. Aku tidak sebahagia anak-anak seusiaku, " tampak air matanya keluar membasahi pipinya yang sedikit tirus.
"Lalu..." kata Pepetto lagi. Ia ingin lebih tahu apa yang sebenarnya terjadi.
"Aku ditinggalkan oleh ibuku di sebuah terminal di kota Bandarlampung. Tanpa ayah. Aku bahkan tidak tahu wajah ayahku dan saat inipun, wajah ibuku sudah mulai aku lupakan. Aku dibuang tanpa belas kasihan.... Apa salahku? Awalnya aku berpikir, apakah aku begitu nakal? Apakah aku begitu menyusahkan mereka? Apakah aku anak pembawa sial? Paling tidak, itulah hal yang bisa ku pikirkan saat ini," kalimat yang terakhir terdengar sangat pelan.
Pepetto bisa tahu ini adalah masalah yang sangat serius. Berbeda dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya. Ia pernah menghadapi seorang anak yang tidak mau menurut kepada orang tuanya, anak laki-laki yang membenci hal-hal yang berbau perempuan, anak yang suka berbohong, dan terakhir ia berhadapan dengan seorang anak yang suka menonton video porno dan merokok.
"...dan, aku dari mana pun aku tidak tahu. Aku sangat buta dengan kota ini. Aku hanya ikut dengan seorang ibu-ibu yang usianya hampir sama dengan ibuku. Namanya aku tidak tahu. Ia tidak pernah menyebutkannya dan aku pun tak pernah bertanya. Ia pun tak pernah bertanya siapa namaku. Ia selalu memanggilku dengan 'Hey'"
"Biasanya di mana kalian tinggal, Fermita?" tanya Pepetto
"Di pinggir jalan. Kami biasa tidur di bawah jembatan. Aktivitas yang aku lakukan setia hari, duduk di pinggir jalan. Biasanya ibu memberiku sebuah kaleng kecil untuk diletakkan di hadapanku. Ibu menyuruhku menengadahkan tangan dan menunjukkan wajah yang kasihan, agar orang-orang yang lewat merasa kasihan dan meletakkan uang ke dalam kaleng di hadapanku..." Pepetto tampak mengangguk-anggukkan kepalanya tanda mengerti.
"Lalu, mengapa kamu kemarin berteriak dengan sangat histeris dan merusak semua yang ada di dekatmu?" tanya Pepetto hati-hati
"Itu puncaknya! " sahutnya dengan tegas
"Aku sudah bosan dengan kondisi ini. Ditambah sikap beberapa lelaki yang mulai genit kepadaku. Aku tahu mereka sudah mulai mengincarku. Aku masih kecil. Aku tidak mau mereka bersikap macam-macam kepadaku" lanjutnya. Tampak kelegaan di wajahnya. Fermita seperti menemukan orang yang tepat sebagai tempat mencurah kan isi hatinya.
"Baiklah Fermita, untuk sementara waktu, kau tinggal di rumahku dulu. Kita tunggu semuanya berjalan baik, sampai nanti kau temukan orang tua yang bisa merawat dan memperlakukanmu dengan baik." kata Pepetto sambil mengusap rambut Fermita dengan sayang.
"Terima kasih Tuan Pepetto, anda baik sekali... Hmm, baiklah, bolehkah aku makan lagi? Aku sangat lapar. Tenagaku terkuras habis karena kemarin,"tersungging senyuman di wajah Fermeta. Ternyata dia anak yang suka bercanda, pikir Pepetto.
***
Komentar
Posting Komentar